Proyek Tambal Sulam Jalan di Lampung Barat Diduga Langgar Prosedur, Dihampar Saat Hujan !!!
Ruangekspose.co.id-Lampung Barat – Proyek tambal sulam (patching) jalan yang dilakukan di sepanjang jalur Tugu Liwa hingga ruas Jalur Dua Radin Intan, Kelurahan Waymengaku, Kecamatan Balikbukit, Kabupaten Lampung Barat, menuai kritik tajam dari masyarakat. Pekerjaan yang dilakukan dalam kondisi hujan menimbulkan kekhawatiran terkait kualitas dan ketahanannya.
Investigasi team Ruangekspose.co.id menemukan bahwa proyek ini dikelola oleh Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK). Namun, pelaksanaannya diduga melanggar prosedur teknis yang telah ditetapkan. Sesuai spesifikasi teknis, penghamparan aspal hotmix harus dilakukan pada suhu optimal 125–150°C dan tidak boleh dalam kondisi basah. Kenyataannya, proses pengaspalan di lokasi berlangsung saat hujan, yang berisiko menurunkan suhu campuran aspal, melemahkan daya rekat, dan mempercepat kerusakan.
Beberapa warga yang ditemui di lokasi menyatakan keprihatinan atas pelaksanaan proyek ini. Mereka mempertanyakan urgensi pengerjaan jalan di tengah hujan serta minimnya pengawasan dari pihak terkait.
"Pengaspalan di tengah hujan itu tidak masuk akal. Kami khawatir aspalnya cepat rusak. Wajar saja kalau hampir setiap tahun jalan ini diperbaiki, karena kualitasnya diabaikan," ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Keluhan serupa juga disampaikan oleh warga lain yang menilai proyek ini sebagai bentuk pemborosan anggaran.
"Kami ingin jalan ini awet, bukan sekadar tambal sulam yang rusak lagi setelah beberapa bulan. Ini jelas pemborosan jika tidak sesuai prosedur," kata seorang warga lainnya.
Warga juga menyoroti peran Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Lampung Barat yang dinilai kurang proaktif dalam pengawasan, meskipun proyek ini merupakan tanggung jawab Pemprov Lampung.
"Proyek ini menggunakan uang negara. Meski ini proyek Pemprov, PUPR Lampung Barat sebagai pihak yang berwenang di wilayah seharusnya ikut mengawasi. Jangan sampai pekerjaan ini asal-asalan dan malah menghamburkan anggaran," ungkap seorang tokoh masyarakat.
Saat dikonfirmasi di lokasi, Ahmad, salah satu pengawas lapangan dari pihak rekanan proyek, membantah bahwa pekerjaan dilakukan secara serampangan. Ia mengklaim bahwa lubang jalan telah dikeringkan sebelum ditambal menggunakan aspal hotmix, dan pekerjaan dihentikan jika hujan semakin deras.
"Kalau hujan kaya gini kami berhenti," singkatnya.
Namun, pernyataan ini bertolak belakang dengan fakta di lapangan, di mana tim investigasi menemukan beberapa titik pengaspalan yang dilakukan dalam kondisi hujan. Situasi ini semakin memperkuat dugaan bahwa proyek ini tidak memenuhi standar teknis yang seharusnya diterapkan.
Kasus ini kembali menyoroti persoalan klasik dalam proyek infrastruktur daerah, di mana kualitas pekerjaan sering kali dipertanyakan akibat lemahnya pengawasan. Masyarakat berharap agar pihak terkait, termasuk Pemprov Lampung dan PUPR Lampung Barat, segera turun tangan untuk mengevaluasi proyek ini secara menyeluruh.
Selain itu, diperlukan transparansi dalam penggunaan anggaran dan kepastian bahwa setiap pekerjaan dilakukan sesuai dengan standar teknis yang berlaku. Jika tidak, praktik seperti ini hanya akan memperpanjang siklus perbaikan jalan yang terus berulang tanpa solusi yang berkelanjutan.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik, masyarakat mendesak adanya audit independen untuk memastikan bahwa proyek ini tidak menjadi contoh buruk dari lemahnya tata kelola infrastruktur di daerah.(Red/Daniel)
Tidak ada komentar