Jujur Bersuara

HEADLINE

Akademisi Soroti Dampak Sosial-Ekonomi Ultimatum Pengosongan TNBBS



Ruangekspose.co.id - Lambar – Akademisi dari STIE Gentiaras Bandar Lampung, Dr. Yunada Arpan, yang juga putra daerah Lampung Barat, menyoroti ultimatum Dandim Lampung Barat, Letnan Kolonel Inf Rinto Wijaya, yang meminta masyarakat segera keluar dari kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).


Menurut Dr. Yunada, imbauan tersebut memang bertujuan menjaga keamanan pasca konflik satwa liar, seperti harimau dan gajah, yang telah menelan korban jiwa. Namun, ia menilai permintaan agar warga segera meninggalkan kawasan hutan dalam waktu singkat bukanlah solusi terbaik.


“Hal ini bisa berdampak pada kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Konflik kawasan hutan bukan hanya terjadi di Lampung Barat, tetapi juga di berbagai daerah lain tanpa penyelesaian yang jelas,” ujar Dr. Yunada, Sabtu (8/3).


Ia menjelaskan bahwa terdapat berbagai jenis hutan, termasuk hutan produksi untuk pemanenan kayu, hutan konservasi untuk menjaga ekosistem, serta hutan lindung yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Banyak warga telah menetap dan menggarap lahan di dalam kawasan hutan selama puluhan tahun. Pemindahan mereka secara mendadak, menurutnya, justru dapat memperluas spektrum konflik, tidak hanya antara manusia dan satwa liar, tetapi juga dalam aspek sosial yang lebih kompleks.


“Sebelum meminta mereka keluar, harus dipikirkan solusinya. Ke mana mereka akan ditampung? Bagaimana kelanjutan ekonomi mereka?” tegasnya.


Dr. Yunada menekankan bahwa penyelesaian konflik ini membutuhkan proses negosiasi panjang yang melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah daerah, agar kebijakan yang diambil tetap mempertimbangkan hak asasi manusia.


“Bupati dan gubernur harus proaktif melindungi warganya, baik dari sisi ekonomi maupun kehidupan sosial mereka. Regulasi kehutanan juga harus dipertimbangkan dengan matang,” tambahnya.


Sebagai solusi, ia mengusulkan agar Forkopimda Lampung Barat—termasuk Bupati, Dandim, Kapolres, Kepala Pengadilan Negeri, Kajari, dan Ketua DPRD—duduk bersama untuk berdialog secara koordinatif dan fungsional. Dengan begitu, dapat dihasilkan rekomendasi yang tepat bagi kepala daerah dalam menentukan kebijakan terkait konflik antara manusia dan satwa liar di wilayah tersebut.

Tidak ada komentar